Kuliner Tradisional sebagai Perekat Identitas Budaya Melayu Banyuasin

Gengan Rampai Talang


Pancaran matahari di Banyuasin menandai awal hari yang penuh dengan kekayaan budaya, terutama melalui kelezatan kuliner tradisional yang menjadi perekat kuat identitas masyarakat Melayu di sana. Dalam aroma harum rempah-rempah dan sentuhan rasa yang khas, terbentanglah keberagaman kuliner yang menggambarkan sejarah dan kehidupan sehari-hari.


Di tengah aroma harum yang menguar, "gengan rampai talang" menjadi sajian pertama yang menggoda selera. Rendaman rempah-rempah di dalamnya membawa kenangan akan tradisi masak-memasak yang diwarisi dari generasi ke generasi. Ini bukan sekadar hidangan, tapi warisan rasa yang menyatu dengan sejarah.


Tak kalah menarik adalah "gengan asam pedas burong punai," hidangan yang menghadirkan sensasi pedas dan asam secara serasi. Berbahan dasar burung punai yang langka, hidangan ini menjadi simbol keberanian dalam melestarikan kekayaan alam dan kuliner khas Melayu.


"Pindang udang," sebuah sajian laut yang tak terlupakan, memperkaya rasa dan menunjukkan kedekatan masyarakat Banyuasin dengan sumber daya laut. Sentuhan khas rempah-rempah dalam pindang ini menggambarkan keterampilan kuliner yang telah diwariskan dari nenek moyang.


Di sisi manisnya, kue-kue tradisional seperti "kue gule kelape," "kue rangi," dan "kue engkok" menghadirkan kehangatan keluarga dalam setiap gigitannya. Kue-kue ini bukan hanya lezat, tapi juga memuat cerita panjang tradisi pembuatannya, menjadikannya tidak sekadar camilan, melainkan perwujudan kreativitas dan keindahan warisan budaya.


Dalam setiap suapan dan gigitan, kuliner tradisional Melayu Banyuasin bukan hanya memanjakan lidah, tapi juga menyatukan komunitas dalam penghargaan terhadap warisan leluhur. Kuliner menjadi sarana yang kuat dalam melestarikan identitas budaya, mengingatkan kita pada kekayaan sejarah yang menjadi akar kuat sebuah komunitas (***) 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama