Tradisi Orang Melayu Banyuasin (OMB) Mengkonsumsi Ikan Belumbung



Sebagai komunitas di sekitar muara Sungai Musi, Orang Melayu Banyuasin (OMB) memiliki tradisi unik dalam mengkonsumsi ikan belumbung. Ikan belumbung, yang dikenal sebagai ikan gulama dalam bahasa Indonesia, menjadi sumber daya penting di estuaria Sungai Musi.

Gulamah fish, atau ikan belumbung, tinggal di perairan payau dan laut di estuaria. Dengan nilai ekonomi yang tinggi, ikan ini bukan hanya dijual segar, tetapi juga diolah menjadi ikan asin. Namun, hasil tangkapan belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara optimal, mendorong upaya pelestarian ikan belumbung.

Estuaria, sebagai peralihan antara air laut dan tawar, memiliki dinamika unik yang memengaruhi organisme, termasuk ikan belumbung. Kondisi pasang surut dan musim menjadi faktor penting, menuntut adaptasi dari ikan yang hidup di sana. Jenis ikan ekonomis, seperti belanak dan sembilang, turut mendukung potensi perikanan di estuaria.

Perkembangan wilayah pesisir, termasuk pengembangan lahan dari daratan hingga perairan sekitarnya, berdampak pada ekosistem mangrove yang menjadi habitat ikan. Mangrove tidak hanya penting secara biologis, tetapi juga ekonomis bagi masyarakat pesisir, termasuk OMB di Banyuasin.

Muara Sungai Musi, dengan delta yang membentuk ekosistem estuari, terhubung dengan perairan Selat Bangka. Banyuasin, sebagai sentra perikanan tangkap, memiliki potensi besar, dengan sebagian besar masyarakat Kecamatan Banyuasin II menggantungkan mata pencaharian sebagai nelayan.

Salah satu ciri khas konsumsi ikan belumbung oleh OMB adalah lebih banyak diolah menjadi ikan asin. Hal ini disebabkan oleh rasa ikan belumbung yang kurang mencolok jika dimakan segar. Sebaliknya, sebagai ikan asin, ikan belumbung menghadirkan cita rasa gurih dan lezat yang menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi kuliner mereka.

Makna Simbolik Ikan Belumbung

Bagi Orang Melayu Banyuasin, ikan belumbung tidak sekadar merupakan sumber pangan, melainkan juga membawa makna simbolik yang mendalam dalam kehidupan mereka. Ikan ini menjadi simbol keberlanjutan hidup dan kesejahteraan, merepresentasikan kekayaan alam yang mereka nikmati dari perairan estuaria Muara Sungai Musi.

Ikan belumbung menjadi penanda keseimbangan ekosistem, mencerminkan kebijaksanaan dalam menjaga lingkungan alam. Masyarakat OMB melihat ikan ini sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan budaya mereka, melestarikan tradisi nelayan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Dalam simbolisme ikan belumbung, ada juga makna keberanian dan ketahanan. Ikan ini hidup di estuaria yang dinamis, tahan terhadap perubahan salinitas tinggi dan perubahan musim. Sebagai masyarakat pesisir, OMB melihat ikan belumbung sebagai contoh keuletan dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan kehidupan.

Pengolahan ikan belumbung menjadi ikan asin bukan hanya sekadar kebutuhan kuliner, tetapi juga menjadi representasi kreativitas dan kearifan lokal dalam mengolah sumber daya alam. Rasanya yang gurih dan lezat setelah diasin menjadi metafora dari kehidupan yang penuh kenikmatan, meski dihadapkan pada kerasnya tantangan.

Ikan belumbung bukan hanya ikon keberlanjutan perikanan, tetapi juga menjadi simbol hubungan erat antara manusia dan alam. Setiap siklus tangkapan ikan belumbung di estuaria memperkuat ikatan spiritual dan praktis masyarakat OMB dengan lingkungan sekitar, mengukuhkan keberadaan mereka sebagai penjaga dan pengelola dengan penuh rasa hormat terhadap alam (***) 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama