Tradisi Memberi Cepangan Orang Melayu Banyuasin (OMB)

Orang Melayu Banyuasin (OMB) merupakan salah satu suku yang mendiami wilayah Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. OMB memiliki tradisi unik dalam memberi nama. Mereka mempunyai kebiasaan menambahkan sebuah kata atau panggilan di belakang nama resmi seseorang yang disesuaikan dengan kebiasaan, pekerjaan, atau tingkah laku yang dimiliki oleh orang tersebut. Tradisi ini dikenal dengan nama "cepangan".

Meskipun tidak ada aturan pasti mengenai cepangan, tetapi biasanya panggilan tersebut diberikan dengan alasan tertentu, seperti kebiasaan, pekerjaan, atau peristiwa yang dialami oleh seseorang.

Sebagai contoh, seorang bernama Ujang yang bekerja sebagai calo jual beli tanah, akan diberi cepangan sebagai Ujang Calo'. Sehingga setiap kali orang tersebut dikenalkan, panggilannya akan menjadi Ujang Calo', bukan hanya Ujang. Begitu pula dengan Ahmad yang bekerja sebagai marbot masjid, akan diberi cepangan sebagai Mad Marbot.

Cepangan tidak hanya diberikan pada orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak. Misalnya, seorang anak perempuan yang suka memakai baju merah, bisa diberi cepangan sebagai Si Merah. Atau seorang anak yang sering main bola, bisa diberi cepangan sebagai Si Bola.

Meskipun terdengar sederhana, namun cepangan memiliki makna yang cukup dalam bagi masyarakat Orang Melayu Banyuasin. Cepangan tidak hanya menjadi identitas bagi seseorang, tetapi juga memperlihatkan kebersamaan dalam masyarakat. Seorang yang diberi cepangan akan merasa diterima dan diakui keberadaannya di dalam masyarakat.

Selain itu, cepangan juga dapat menjadi ciri khas bagi sebuah keluarga atau kerabat. Misalnya, keluarga yang memiliki anggota dengan cepangan yang sama, akan menunjukkan kebersamaan dan solidaritas di antara mereka. Begitu pula dengan kerabat yang memiliki cepangan yang sama, akan merasa lebih dekat dan memiliki ikatan yang kuat.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tradisi cepangan mulai mengalami pergeseran. Banyak orang yang tidak lagi menggunakan cepangan, dan lebih memilih menggunakan nama resmi saja. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti pengaruh dari budaya luar atau kurangnya pemahaman terhadap tradisi cepangan.

Meskipun demikian, masih banyak masyarakat Orang Melayu Banyuasin yang mempertahankan tradisi cepangan ini. Mereka melihat cepangan sebagai bagian dari identitas dan kebudayaan mereka. Bahkan, ada yang menyebutkan bahwa cepangan bisa menjadi ciri khas daerah Banyuasin.

Dalam acara-acara adat seperti pernikahan atau upacara adat lainnya, penggunaan cepangan masih sangat kental. Orang yang tidak memiliki cepangan akan dianggap kurang lengkap dan tidak memiliki identitas yang jelas. Oleh karena itu, bagi masyarakat Orang Melayu Banyuasin, tradisi cepangan ini masih sangat penting untuk dipertahankan.

Selain itu, tradisi cepangan juga dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dan pengetahuan bagi generasi muda. Melalui cepangan, mereka dapat belajar mengenai kebiasaan, pekerjaan, atau peristiwa yang dialami oleh orang-orang di sekitar mereka. Hal ini dapat membantu mereka untuk lebih menghargai dan memahami kebudayaan dan identitas daerahnya.

Namun, perlu diingat bahwa penggunaan cepangan juga harus dilakukan dengan bijak dan menghargai hak privasi seseorang. Tidak semua orang merasa nyaman dengan penggunaan cepangan, terutama jika cepangan tersebut memiliki konotasi yang kurang baik atau negatif. Oleh karena itu, penggunaan cepangan harus dilakukan dengan persetujuan dari orang yang bersangkutan.

Di era digital saat ini, tradisi cepangan juga mulai masuk ke dalam dunia maya. Banyak orang yang menggunakan cepangan sebagai nama pengguna atau akun media sosial mereka. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi cepangan masih tetap relevan dan terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi.

Sebagai sebuah tradisi yang memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi, tradisi cepangan harus terus dijaga dan dilestarikan. Masyarakat Orang Melayu Banyuasin harus tetap melestarikan tradisi ini sebagai bagian dari identitas dan kebudayaan mereka. Dengan mempertahankan tradisi cepangan, diharapkan masyarakat dapat terus merasa memiliki ikatan yang kuat dan solidaritas yang tinggi di antara mereka (***) 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama