Latar Belakang Penggunaan Alat Musik Kelentangan Banyuasin


Pada tahun 1960-an, Kelentangan Banyuasin hanya terdengar saat orang-orang peladang beristirahat di kebun mereka, sambil menunggu hasil panen dan menghilangkan rasa penat yang muncul akibat kerja keras mereka. Awalnya, alat musik ini menjadi semacam hiburan ringan di tengah-tengah alam terbuka yang hijau dan penuh kesejukan, membawa kesegaran dalam kehidupan para petani.

Namun, seiring berjalannya waktu, Kelentangan Banyuasin mengalami perubahan signifikan dalam penggunaannya. Desa Tanjung Beringin memainkan peran penting dalam melestarikan alat musik ini sebagai bagian integral dari kesenian tradisional mereka. Musik Kelentangan mulai menjadi warisan budaya yang sangat dihargai dan dijaga.

Selanjutnya, perlahan tapi pasti, Kelentangan Banyuasin berkembang dan tidak lagi terbatas hanya untuk digunakan di kebun-kebun. Alat musik ini mulai merambah ke berbagai kegiatan masyarakat dan menjadi pendukung musik di banyak acara persiapan hajatan pernikahan di berbagai kampung. Suaranya yang khas dan ritmik mengiringi momen-momen penting dalam kehidupan masyarakat, menjadikan alat musik ini semakin penting dalam berbagai aspek budaya.

Penggunaan Kelentangan Banyuasin dalam hajatan pernikahan adalah contoh nyata bagaimana alat musik tradisional ini telah melampaui batas-batas asalnya. Musik ini memberikan nuansa khas dan meriah pada perayaan pernikahan, menciptakan momen yang sangat berkesan bagi pasangan yang menikah dan seluruh undangan. Ini juga menjadi bukti bagaimana kesenian tradisional dapat terus hidup dan beradaptasi dengan perubahan zaman.

Alat musik Kelentangan Banyuasin bukan sekadar hiburan semata. Ia membawa makna yang dalam dalam budaya masyarakat Desa Tanjung Beringin dan wilayah sekitarnya. Ia mengingatkan masyarakat akan akar budaya mereka, serta menghubungkan generasi muda dengan tradisi nenek moyang mereka. Dengan cara ini, musik Kelentangan bukan hanya sebagai alat musik, tetapi juga sebagai penjaga tradisi dan jembatan antara masa lalu dan masa kini.

Peran masyarakat dalam melestarikan Kelentangan Banyuasin sangatlah penting. Masyarakat lokal, khususnya di Desa Tanjung Beringin, telah berperan aktif dalam melestarikan dan mempromosikan alat musik ini. Mereka meneruskan pengetahuan dan keterampilan berkaitan dengan Kelentangan dari satu generasi ke generasi berikutnya, memastikan bahwa kesenian ini tetap hidup.

Namun, tidak dapat diabaikan bahwa Kelentangan Banyuasin juga menghadapi berbagai tantangan dalam upayanya untuk bertahan dan berkembang. Faktor-faktor seperti urbanisasi dan perubahan budaya dapat memengaruhi warisan budaya seperti Kelentangan. Oleh karena itu, upaya pelestarian yang lebih luas dan mendalam perlu terus dilakukan untuk menjaga kelangsungan alat musik ini.

Dengan berbagai upaya pelestarian dan apresiasi yang lebih besar terhadap warisan budaya seperti Kelentangan Banyuasin, diharapkan alat musik tradisional ini akan terus berkembang dan tetap hidup sebagai salah satu bagian yang tak terpisahkan dari budaya masyarakat Desa Tanjung Beringin dan Indonesia secara keseluruhan (***) 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama