Jelajah Kuliner Banyuasin: Makna Simbolik Tumis Bekasam Udang


Kuliner Banyuasin begitu kaya akan ragam cita rasa, dan salah satu hidangan yang menduduki puncak kepopuleran adalah Tumis Bekasam Udang. Bekasam sendiri adalah sajian tradisional yang terbuat dari nasi segar yang dicampur dengan ikan/udang, dan garam kemudian diaduk dan difermentasi. 


Hasil fermentasi tersebut selanjutnya ditumis dengan campuran bawang merah, cabai rawit, dan daun kunyit yang memberikan sentuhan segar dan aroma yang khas pada lauk bekasam udang ini.  Tumis bekasam udang adalah hidangan yang menggugah selera dan menyuguhkan sensasi rasa yang unik.


Untuk menghadirkan hidangan lezat ini, langkah pertama adalah memanaskan wajan dan menambahkan minyak goreng secukupnya. Irisan bawang yang telah disiapkan ditumis hingga harum, kemudian cabai rawit dan bekasam udang ditambahkan ke dalam wajan. Proses tumis dilakukan dengan api kecil, memastikan bumbu dan udang meresap sempurna ke dalam nasi. Begitu merata, hidangan siap disantap dengan cita rasa yang memukau.


Kelezatan Tumis Bekasam Udang ini tak hanya terletak pada paduan rasa yang pas, tetapi juga pada keterampilan memasak yang turun-temurun di Banyuasin. Setiap suapan membawa pengalaman kuliner yang mendalam, memperkaya perjalanan gastronomi di daerah ini. Hidangan ini bukan sekadar sajian, melainkan warisan budaya yang terus dilestarikan oleh masyarakat setempat. Dengan begitu, Tumis Bekasam Udang menjadi bukti nyata keberagaman kuliner yang memikat lidah dan hati pecinta makanan di Banyuasin.


Makna Simbolik Bekasam Udang  


Bekasam Udang, melalui bahan-bahan pembuatannya, mengandung makna simbolik yang dalam. Nasi segar yang dicampur dengan udang yang telah dihaluskan menjadi dasar dari hidangan ini, mencerminkan kesatuan dan keharmonisan. Nasi, sebagai bahan pokok, mewakili keberlanjutan dan kehidupan sehari-hari, sementara udang memberikan nuansa kaya rasa dan protein, menciptakan keselarasan antara kebutuhan dasar dan keinginan lebih.


Proses fermentasi dalam pembuatan bekasam mencerminkan perubahan dan perkembangan. Seperti hidup yang terus berubah, fermentasi menjadi metafora untuk pengalaman transformasi dan evolusi. Bekasam Udang tidak hanya sekadar hidangan, melainkan simbol dari adaptasi dan penyesuaian terhadap perubahan, mirip dengan proses fermentasi yang menghasilkan cita rasa yang unik.


Bumbu-bumbu seperti bawang merah, cabai rawit, dan daun kunyit memberikan dimensi tambahan pada makna simbolik. Bawang merah, dengan warna merahnya yang mencolok, mewakili semangat dan keberanian. Cabai rawit, dengan kepedasannya, mencerminkan tantangan dalam hidup yang perlu dihadapi. Daun kunyit, selain memberikan aroma khas, juga melambangkan keberagaman dan keindahan.


Dengan demikian, Bekasam Udang menjadi lebih dari sekadar hidangan lezat; ia mengandung pesan-pesan mendalam tentang kehidupan, perubahan, dan keharmonisan. Setiap suapan bukan hanya mengundang kenikmatan pada lidah, tetapi juga merangsang refleksi tentang perjalanan hidup yang penuh makna (***) 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama