Mitos merupakan bagian penting dari kebudayaan masyarakat tradisional, termasuk di kalangan Orang Melayu Banyuasin (OMB) di Sumatera Selatan, Indonesia. Salah satu mitos yang menonjol adalah larangan bagi wanita pasca-melahirkan untuk membuang tulang ikan sebelum masa nifas selama 40 hari selesai. Diyakini, tindakan ini dapat menyebabkan arwah ikan menghantui tidur bayi yang baru lahir. Mitos ini mencerminkan nilai-nilai budaya, pandangan kosmologis, dan dinamika sosial masyarakat OMB.
Masyarakat Melayu Banyuasin mendiami wilayah rawa-rawa dan sungai di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Mereka memiliki tradisi yang kaya, dipengaruhi oleh perpaduan nilai-nilai Islam, animisme, dan dinamisme. Ikan, sebagai sumber pangan utama di wilayah ini, memiliki peran penting baik secara ekonomi maupun simbolis. Ikan gabus, misalnya, tidak hanya dihargai sebagai makanan, tetapi juga digunakan dalam pengobatan tradisional dan ritual.
Masa nifas selama 40 hari dianggap sebagai periode kritis bagi ibu dan bayi dalam budaya Melayu, termasuk OMB. Selama periode ini, berbagai pantangan diterapkan untuk melindungi mereka dari gangguan fisik dan supranatural. Larangan membuang tulang ikan adalah salah satu pantangan yang mencerminkan hubungan antara manusia, alam, dan dunia gaib dalam kosmologi Melayu.
Sudut Pandang Sosiologis dan Budaya
Secara sosiologis, mitos ini berfungsi sebagai mekanisme pengendalian sosial. Larangan membuang tulang ikan mendorong ibu nifas untuk berhati-hati dalam aktivitas sehari-hari, termasuk menjaga kebersihan lingkungan rumah. Kebersihan ini penting untuk mencegah gangguan kesehatan, baik dari perspektif medis maupun supranatural, sehingga melindungi ibu dan bayi selama masa rentan.
Mitos ini juga memperkuat solidaritas komunal dalam masyarakat OMB. Pantangan ini biasanya diawasi oleh keluarga besar, terutama ibu atau mertua, yang membantu ibu nifas menjalani masa pemulihan. Proses pengawasan ini mempererat hubungan antaranggota keluarga, menegaskan nilai gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Melayu.
Dari perspektif gender, mitos ini mencerminkan struktur kekuasaan patriarkal. Wanita pasca-melahirkan dikenakan berbagai pantangan yang membatasi ruang gerak mereka, yang dapat dilihat sebagai bentuk pengendalian sosial terhadap tubuh dan perilaku perempuan. Meskipun dimaksudkan untuk melindungi, pantangan ini juga memperkuat norma-norma sosial terkait peran perempuan sebagai ibu.
Secara budaya, mitos ini menunjukkan pandangan animisme dalam kosmologi Melayu, di mana alam dianggap memiliki roh. Ikan, sebagai sumber kehidupan di wilayah rawa Banyuasin, diyakini memiliki esensi spiritual. Membuang tulang ikan sembarangan dianggap dapat mengganggu keseimbangan antara manusia dan alam, sehingga menyebabkan gangguan supranatural pada bayi.
Ikan juga memiliki makna simbolis dalam budaya Melayu, mewakili kehidupan dan kesuburan. Tulang ikan, sebagai bagian dari esensi ikan, dianggap masih memiliki kekuatan spiritual. Larangan membuang tulang ikan sebelum 40 hari mencerminkan penghormatan terhadap alam dan upaya menjaga harmoni dengan lingkungan.
Mitos ini mencerminkan sinkretisme antara Islam dan kepercayaan lokal. Angka 40 hari berakar dari tradisi Islam yang menekankan masa nifas sebagai waktu suci, sementara kepercayaan tentang arwah ikan berasal dari tradisi animisme pra-Islam. Sinkretisme ini serupa dengan praktik budaya di komunitas Melayu lain, seperti di Riau.
Secara historis, mitos ini mungkin berkembang sebagai respons terhadap kondisi lingkungan Banyuasin yang kaya akan sumber air. Menghormati ikan sebagai sumber kehidupan menjadi bagian dari identitas budaya OMB. Larangan ini juga dapat diartikan sebagai upaya menjaga kebersihan lingkungan, karena membuang tulang ikan sembarangan berisiko mencemari air atau menarik hama.
Dengan modernisasi dan pengaruh ilmu kesehatan, mitos ini mulai memudar di kalangan generasi muda OMB. Namun, di komunitas pedesaan, pantangan ini masih dipegang sebagai bagian dari warisan budaya. Untuk menjembatani tradisi dan modernitas, edukasi yang sensitif terhadap budaya dapat dilakukan, dengan menekankan makna simbolis mitos ini, seperti pentingnya menjaga kebersihan, tanpa mempercayai aspek supranatural secara harfiah.
Sumber:
- Ulya, Miftah (2020). Budaya Melayu Riau Perspektif Al-Qur’an.
- Mitos Keliru Seputar Masa Nifas, Ini Faktanya - KlikDokter.
- Makanan dan minuman tabu - p2k.stekom.ac.id.
- Tradisi "Guek Lai" Setelah Melahirkan - budaya-indonesia.org.
- Pemkab Banyuasin Dorong Warga Budidaya Ikan Gabus di Tambak - Tribunsumsel.com.
Posting Komentar